06:39:20 Apa itu Efek Placebo? | |
Placebo adalah istilah medis untuk terapi baik dalam bentuk obat-obatan maupun
prosedur-prosedur medis yang tidak memiliki bukti kegunaan bagi
kesembuhan pasien. Placebo bukanlah obat palsu, tetapi obat atau
tindakan medis yang "dipalsukan" oleh dokter yang diyakini memiliki dampak positif bagi pasien. Efek placebo
menunjukkan bahwa kekuatan pikiran adalah faktor terpenting dalam fungsi
tubuh manusia. Karena dengan kemampuan untuk menciptakan atau
menghapuskan gejala dengan seketika, efek obat sebenarnya dapat
digantikan oleh hanya dengan kekuatan keyakinan.
Contoh-Contoh Efek Placebo
Profesor Tony Dickenson melakukan suatu
percobaan dengan memberikan kejutan listrik terhadap 6 orang mahasiswa.
Mereka dibagi menjadi 2 kelompok, yang akan diberi 2 macam obat, yaitu
obat pengurang rasa sakit dan obat penambah rasa sakit. Dengan level
sengatan listrik yang sama, kelompok yang memakan obat penambah rasa
sakit merasakan rasa sakit lebih dari sebelum mereka memakan obat.
Sedangkan kelompok yang memakan obat pengurang rasa sakit dapat menahan
rasa sakit lebih lama dan merasa bahwa sengatan listrik berkurang.
Tapi tahukah anda, bahwa ternyata mereka
sama sekali tidak diberikan obat pengurang rasa sakit atau pun obat
penambah rasa sakit. Kedua obat tersebut sebenarnya sama, yaitu hanyalah
tepung dan gula yang diberi warna berbeda. Itulah yang disebut efek placebo. Lantas apa yang membuat
mereka merasa lebih sakit atau berkurang sakitnya? Pikiran mereka lah
yang membuat obat placebo tersebut bekerja seperti obat sesungguhnya.
Selain contoh di atas, banyak sekali contoh yang ditemukan di sepanjang sejarah hingga saat ini yang mendokumentasikan kekuatan pikiran untuk penyembuhan. Percobaan placebo kali pertama dilakukan pada 1801. John Haygarth, seorang dokter abad ke-18 asal Inggris, menyatakan bahwa eksperimen tersebut dengan jelas membuktikan efek yang amat luar biasa dari suatu harapan dan keyakinan, antusiasme hanya berdasarkan imajinasi, dapat dilakukan pada suatu penyakit.
Di penghujung 1950-an, saat itu ada
keyakinan bila pembedahan untuk mengikat arteri kelenjar susu dapat
meredakan penyakit jantung. Untuk menguji efek placebo, beberapa pasien
mengalami pembedahan lengkap sedang lainnya hanya menerima irisan di
kulit, namun tidak dilakukan pembedahan lebih lanjut. Pada kedua
percobaan, tingkat penyembuhannya sama. Pembedahan semacam ini pun
lantas ditinggalkan.
Studi pada 1968 pada Pengobatan
Psikosomatik menguraikan bagaimana suatu kesan dapat mempengaruhi
serangan asma. Peneliti meminta pasien untuk menghisap substansi tanpa
label yang diberitahukan pada mereka jika substansi tersebut akan
mengganggu asma mereka untuk sementara. Ketika pasien menghisapnya,
banyak yang mengalami serangan asma. Mereka mulai mendesah, kesulitan
bernafas, dan terengah-engah meskipun substansi yang mereka hisap adalah
larutan garam yang tidak berbahaya. Kemudian, peneliti memberi pasien
tersebut "penawar racun" yang dibuat dari larutan garam yang sama persis, dan menyaksikan bila napas yang mendesah dan berat telah berhenti.
Pada 1983 wawancara dengan Bapak Terapi Tertawa, Normandia Cousins, membahas artikel di halaman depan LA Times tentang permainan sepakbola SMU di mana empat orang menerima makanan yang mengandung racun. Dokter yang menangani kasus ini tidak tahu dengan pasti penyebabnya, sehingga mengeluarkan pernyataan umum untuk menghindari mesin penjual minuman ringan. Saat pengumuman ini dibuat, 191 orang menjadi sangat sakit, dan pergi ke rumah sakit setelah mereka meminum minuman ringan dari mesin penjual otomatis.
Suatu studi di Sekolah Kedokteran
Baylor, yang diterbitkan pada 2002 di Jurnal Kedokteran Inggris
mengevaluasi tindakan pembedahan pada pasien penderita sakit lutut yang
parah. Ketua tim penulis Dr. Bruce Moseley, mengetahui bila pembedahan
lutut akan dapat membantu pasiennya. Semua ahli bedah mengetahui tidak
ada efek placebo pada pembedahan. Tetapi Moseley mencoba untuk memahami
bagian mana dari tindakan pembedahan yang meringankan pasiennya.
Para pasien dibagi menjadi tiga
kelompok. Pada kelompok pertama, Moseley mengangkat tulang rawan yang
rusak di lutut. Pada kelompok lain, dia membersihkan sendi lutut,
menyingkirkan material yang dianggap menyebabkan efek peradangan. Kedua
perawatan standar ini biasanya diberikan pada penderita encok lutut.
Kelompok ketiga menjalani bedah pura-pura sebagai kontrol untuk
membandingkan hasil pembedahan lainnya. Ketiga kelompok mendapatkan
perawatan paska operasi yang sama, termasuk program pelatihan. Namun
hasilnya sungguh mengejutkan. Kelompok yang menjalani tindakan
pembedahan, seperti yang diharapkan, membaik. Tetapi kelompok yang
mendapatkan pembedahan Placebo juga membaik seperti dua kelompok
lainnya.
Program acara televisi secara nyata
menggambarkan hasil yang mengundang perhatian. Acara tersebut
menunjukkan anggota kelompok placebo sedang berjalan dan bermain basket,
ketika melakukan hal-hal tersebut mereka menyampaikan tidak dapat
melakukannya sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Pasien dalam
kelompok Placebo tidak mengetahui bila selama dua tahun mereka telah
mendapat pembedahan pura-pura. Satu anggota kelompok Placebo, Tim Perez,
yang berjalan dengan bantuan rotan sebelum pembedahan, kini mampu
bermain basket dengan cucunya.
Placebo Tetap Bekerja Sekali pun Tanpa Kebohongan
Pasien yang dirawat dengan placebo biasanya akan dibohongi bahwa obat atau tindakan medis yang diberikan akan memberikan efek tertentu. Para peneliti dari Osher Research Center Harvard Medical School dan Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC) telah menemukan bahwa placebo juga bekerja sekalipun bila diberikan tanpa kebohongan yang diperlukan. Banyak dokter Amerika (salah satu studi memperkirakan sekitar 50 persen) diam-diam memberikan placebo kepada pasiennya yang tidak curiga. Karena kebohongan secara etis dipertanyakan, profesor asosiasi pengobatan Harvard Medical School, Ted Kaptchuk, bekerja sama dengan rekan-rekannya di BIDMC untuk menyelidiki apakah kekuatan placebo bisa pula dimanfaatkan secara jujur. Untuk melakukannya, 80 pasien yang menderita irritable bowel syndrome (IBS) dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok, kontrol, sengaja tidak menerima pengobatan, sementara kelompok lain menerima placebo yang secara jujur dijelaskan sebagai pil gula. Pil itu benar-benar tidak memiliki bahan aktif dan hanyalah terbuat dari zat-zat inert, selain itu juga dicetak label placebo pada botolnya. Pil ini diperintahkan untuk diminum dua kali sehari. Untuk periode tiga-minggu, para pasien dimonitor. Pada akhir percobaan, pasien yang dirawat dengan placebo banyak yang melaporkan adanya pemulihan, berjumlah hampir dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol (59 persen berbanding 35 persen). Selain itu, pada ukuran hasil lainnya, pasien yang memakai placebo mengalami peningkatan perbaikan dua kali lipat untuk hitungan kasar yang setara dengan efek dari obat IBS yang paling kuat. Efek Placebo Bahkan Berlaku Juga di Dunia Binatang
Suatu percobaan yang dilakukan terhadap
seekor belalang yang dimasukkan ke dalam kotak kaca. Awalnya belalang
tersebut bisa melompat sampai 50 cm. Kemudian dipasang pembatas kaca
setinggi 25 cm, sehingga setiap kali belalang melompat, kepalanya akan
terbentur kaca pembatas. Seminggu kemudian, pembatas itu diambil. Namun
belalang tersebut tetap melompat tepat setinggi 25 cm.
Efek Placebo dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dari cerita-cerita di atas anda semua
pasti sudah paham tentang efek placebo dalam dunia medis. Namun,
ternyata efek placebo tidak hanya dipakai dalam dunia medis saja. Dan
tanpa kita sadari, dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali hal-hal
yang bersifat placebo disekitar kita.
Mungkin anda pernah tahu bahwa ada
tombol penyebrangan di setiap lampu merah. Namun ternyata, 97% tombol
itu adalah tombol palsu dan sama sekali tidak memiliki fungsi. Bahkan
menurut laporan ABC News, hanya ada satu tombol yang benar-benar
berfungsi di Austin, Texas, Gainsville, dan New York.
Yang tidak kalah mengejutkan ternyata
72% dari tombol yang terdapat di dalam gedung-gedung perkantoran adalah
tombol palsu. Diantaranya adalah tombol AC, tombol untuk menutup pintu
lift dan berbagai tombol lainnya. Tombol Placebo disini memiliki fungsi
agar orang yang mengunakannya merasa memiliki kendali walaupun
sebenarnya tidak. Hal ini akan menenangkan orang tersebut dari
agresivitas karena merasa telah berbuat sesuatu.
Placebo efek memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia, bahkan sejak dari masa-masa purba. Dukun-dukun sudah mengenalnya terlebih dahulu, dan melakukan hal itu. Mereka menari untuk mendatangkan hujan, memotong kambing agar matahari bersinar, dan pada masa sekarang menekan tombol agar lift menutup, atau memutar tombol AC di kantor agar ac lebih dingin. Otak kita, tidak menyukai hal-hal acak, dan tanpa sadar kita selalu mengaitkan segala sesuatu dengan sebab-akibat. Dalam hal di atas, sebab akibat yang berlaku adalah sebab saya menekan tombol, maka akan berakibat lift menutup. Source : http://w*w.kaskus.us/showthread.php?t=9332364 | |
|
Total comments: 0 | |